Sebelum Gus Dur wafat, Beliau pernah berdialog dengan salah
seorang santrinya, berikut isi dialog tersebut..
Santri : "Ini semua gara-gara Nabi Adam, ya Gus!"
Gus Dur : "Loh, kok tiba-tiba menyalahkan Nabi Adam,
kenapa Kang."
Santri : "Lah iya, Gus. Gara-gara Nabi Adam dulu makan
buah terlarang, kita sekarang merana. Kalau Nabi Adam dulu enggak tergoda Iblis
kan kita anak cucunya ini tetap di surga. Enggak kayak sekarang, sudah tinggal
di bumi, eh ditakdirkan hidup di Negara terkorup, sudah begitu jadi orang
miskin pula. Emang seenak apa sih rasanya buah itu, Gus?"
Gus Dur : "Ya tidak tahu lah, saya kan juga belum
pernah nyicip. Tapi ini sih bukan soal rasa. Ini soal khasiatnya."
Santri : "Kayak obat kuat aja pake khasiat segala.
Emang Iblis bilang khasiatnya apa sih, Gus? Kok Nabi Adam bisa sampai
tergoda?"
Gus Dur : "Iblis bilang, kalau makan buah itu katanya
bisa menjadikan Nabi Adam abadi."
Santri : "Anti-aging gitu, Gus?"
Gus Dur : "Iya. Pokoknya kekal."
Santri : "Terus Nabi Adam percaya, Gus? Sayang, iblis
kok dipercaya."
Gus Dur : "Lho, Iblis itu kan seniornya Nabi
Adam."
Santri : "Maksudnya senior apa, Gus?"
Gusdur : "Iblis kan lebih dulu tinggal di surga dari
pada Nabi Adam dan Siti Hawa."
Santri : "Iblis tinggal di surga? Masak sih, Gus?"
Gus Dur : "Iblis itu dulu nya juga penghuni surga,
terus di usir, lantas untuk menggoda Nabi Adam, iblis menyelundup naik ke surga
lagi dengan berserupa ular dan mengelabui merak sang burung surga, jadi iblis
bisa membisik dan menggoda Nabi Adam."
Santri : "Oh iya, ya. Tapi, walau pun Iblis yang
bisikin, tetap saja Nabi Adam yang salah. Gara- garanya, aku jadi miskin kayak
gini."
Gus Dur : "Kamu salah lagi, Kang. Manusia itu tidak
diciptakan untuk menjadi penduduk surga. Baca surat Al-Baqarah : 30. Sejak awal
sebelum Nabi Adam lahir… eh, sebelum Nabi Adam diciptakan, Tuhan sudah
berfirman ke para malaikat kalo Dia mau menciptakan manusia yang menjadi
khalifah (wakil Tuhan) di bumi."
Santri : "Lah, tapi kan Nabi Adam dan Siti Hawa tinggal
di surga?"
Gus Dur : "Iya, sempat, tapi itu cuma transit. Makan
buah terlarang atau tidak, cepat atau lambat, Nabi Adam pasti juga akan
diturunkan ke bumi untuk menjalankan tugas dari-Nya, yaitu memakmurkan bumi. Di
surga itu masa persiapan, penggemblengan. Di sana Tuhan mengajari Nabi Adam
bahasa, kasih tahu semua nama benda. (lihat Al- Baqarah : 31).
Santri : "Jadi di surga itu cuma sekolah gitu,
Gus?"
Gus Dur : "Kurang lebihnya seperti itu. Waktu di surga,
Nabi Adam justru belum jadi khalifah. Jadi khalifah itu baru setelah beliau
turun ke bumi."
Santri : "Aneh."
Gus Dur : "Kok aneh? Apanya yang aneh?"
Santri : "Ya aneh, menyandang tugas wakil Tuhan kok
setelah Nabi Adam gagal, setelah tidak lulus ujian, termakan godaan Iblis?
Pendosa kok jadi wakil Tuhan."
Gus Dur : "Lho, justru itu intinya. Kemuliaan manusia
itu tidak diukur dari apakah dia bersih dari kesalahan atau tidak. Yang penting
itu bukan melakukan kesalahan atau tidak melakukannya. Tapi bagaimana bereaksi
terhadap kesalahan yang kita lakukan. Manusia itu pasti pernah keliru dan
salah, Tuhan tahu itu. Tapi meski demikian nyatanya Allah memilih Nabi Adam,
bukan malaikat."
Santri : "Jadi, tidak apa-apa kita bikin kesalahan,
gitu ya, Gus?"
Gus Dur : "Ya tidak seperti itu juga. Kita tidak bisa
minta orang untuk tidak melakukan kesalahan. Kita cuma bisa minta mereka untuk
berusaha tidak melakukan kesalahan. Namanya usaha, kadang berhasil, kadang
enggak."
Santri : "Lalu Nabi Adam berhasil atau tidak,
Gus?"
Gus Dur : "Dua-duanya."
Santri : "Kok dua-duanya?"
Gus Dur : "Nabi Adam dan Siti Hawa melanggar aturan,
itu artinya gagal. Tapi mereka berdua kemudian menyesal dan minta ampun.
Penyesalan dan mau mengakui kesalahan, serta menerima konsekuensinya (dilempar
dari surga), adalah keberhasilan."
Santri : "Ya kalo cuma gitu semua orang bisa. Sesal
kemudian tidak berguna, Gus."
Gus Dur : "Siapa bilang? Tentu saja berguna dong.
Karena menyesal, Nabi Adam dan Siti Hawa dapat pertobatan dari Tuhan dan
dijadikan khalifah (lihat Al-Baqarah: 37). Bandingkan dengan Iblis, meski
sama-sama diusir dari surga, tapi karena tidak tobat, dia terkutuk sampe hari
kiamat."
Santri : "Ooh..."
Gus Dur : "Jadi intinya begitu lah. Melakukan kesalahan
itu manusiawi. Yang tidak manusiawi, ya yang iblisi itu kalau sudah salah tapi
tidak mau mengakui kesalahannya justru malah merasa bener sendiri, sehingga
menjadi sombong."
Santri : "Jadi kesalahan terbesar Iblis itu apa, Gus?
Tidak mengakui Tuhan?"
Gus Dur : "Iblis bukan atheis, dia justru monotheis.
Percaya Tuhan yang satu."
Santri : "Masa sih, Gus?"
Gus Dur : "Lho, kan dia pernah ketemu Tuhan, pernah
dialog segala kok."
Santri : "Terus, kesalahan terbesar dia apa?"
Gus Dur : "Sombong, menyepelekan orang lain dan
memonopoli kebenaran."
Santri : "Wah, persis cucunya Nabi Adam juga tuh."
Gus Dur : "Siapa? Ente?
Santri : "Bukan. Cucu Nabi Adam yang lain, Gus. Mereka
mengaku yang paling bener, paling sunnah, paling ahli surga. Kalo ada orang
lain berbeda pendapat akan mereka serang. Mereka tuduh kafir, ahli bid'ah, ahli
neraka. Orang lain disepelekan. Mereka mau orang lain menghormati mereka, tapi
mereka tidak mau menghormati orang lain. Kalau sudah marah nih, Gus.
Orang-orang ditonjokin, barang-barang orang lain dirusak, mencuri kitab kitab
para ulama. Setelah itu mereka bilang kalau mereka pejuang kebenaran. Bahkan
ada yang sampe ngebom segala loh."
Gus Dur : "Wah, persis Iblis tuh."
Santri : "Tapi mereka siap mati, Gus. Karena kalo
mereka mati nanti masuk surga katanya."
Gus Dur : "Siap mati, tapi tidak siap hidup."
Santri : "Bedanya apa, Gus?"
Gus Dur : "Orang yang tidak siap hidup itu berarti
tidak siap menjalankan agama."
Santri : "Lho, kok begitu?"
Gus Dur : "Nabi Adam dikasih agama oleh Tuhan kan waktu
diturunkan ke bumi (lihat Al- Baqarah: 37). Bukan waktu di surga."
Santri : "Jadi, artinya, agama itu untuk bekal hidup,
bukan bekal mati?"
Gus Dur : "Pinter kamu, Kang!"
Santri : "Santrinya siapa dulu dong? Gus Dur."
https://www.facebook.com/umar.alhamid/posts/655247617836340
0 komentar:
Posting Komentar